Doa Berbuka Puasa yang Shahih





Masyhur tak bisa jadi jaminan kebenaran. Apa yang masyhur di Masyarakat belum tentu benar keshahihannya.

Dibawah ini adalah Doa berbuka puasa yang masyhur di Masyarakat
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت
“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka).”

Doa tersebut sebenarnya ada dalam kitab Al Adzkar An Nawawiyyah karya Imam Nawawi, juga dalam kitab Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu karya Syeikh Wahbah Zuhaili
disebutkan bahwa doa tersebut terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud secara mursal dari Mu’adz bin Zuhrah. (Imam Nawawi, Al Adzkar An Nawawiyyah, hlm.162; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 3 hlm. 46).

Tapi Doa tersebut derajatnya Dhaif sehingga tidak layak untuk diamalkan.
Jika memang demikian yang dimaksudkan, maka hadits tentang doa “allahumma laka shumtu dst” itu memang dapat dinilai hadits dhaif. Karena hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Mu’adz bin Zuhrah ini merupakan hadits mursal, sebagaimana kata Imam Nawawi,”Haakadza rawaahu mursalan” (Demikianlah Abu Dawud telah meriwayatkan hadits ini secara mursal). Padahal hadits mursal menurut sebagian ulama termasuk hadits dhaif. (Imam Nawawi, Al Adzkar An Nawawiyyah, hlm.162; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 3 hlm. 46; Mahmud Thahhan, Taisir Mustholah Al Hadits, hlm. 72).

Menurut Syeikh Shubhi Shalih, hadits mursal adalah hadits yang gugur darinya periwayat dari generasi shahabat (maa saqatha minhu as shahaabi). Contohnya, seorang tabi’in (bukan shahabat) mengatakan,”Nabi SAW berkata begini atau berbuat begini”. Hadits mursal ini menurut sebagian ulama memang digolongkan ke dalam hadits yang dhaif dan tertolak (dha’iif marduud). Karena ia dianggap mengandung cacat, yaitu terputusnya sanad (inqithaa’us sanad). (Shubhi Shalih, Ulumul Hadits wa Mushtholahuhu, hlm. 166-167; Mahmud Thahhan, Taisir Mustholah Al Hadits, hlm. 72).

Dalam kitab-kitab Syarah Sunan Abu Dawud, dijelaskan periwayat hadits bernama Mu’adz bin Zuhrah memang bukanlah seorang shahabat, melainkan seorang tabi’in. Imam Ibnu Hibban menyebut nama Mu’adz bin Zuhrah dalam kitabnya Tsiqaat At Tabi’in. Dan dalam hal ini memang tidak diketahui siapa nama shababat yang menjadi perantara (waasithah) antara Mu’adz bin Zuhrah dengan Nabi SAW. Dengan demikian, hadits Abu Dawud dari Mu’adz bin Zuhrah di atas memang hadits mursal. (Muhammad Syamsul Haq Al ‘Azhim Abadi,’Aunul Ma’bud, Juz 11 hlm. 483; Muhammad Muhammad Khathab As Subki, Al Manhal Al ‘Adzb Al Maurud, Juz 10 hlm. 81-82).

Maka dari itulah, tidak mengherankan jika ada sebagian ulama yang menilai hadits Mu’adz bin Zuhrah tersebut adalah hadits dhaif. Misalnya Imam Suyuthi dalam kitabnya Al Jami’ius Shaghir yang telah menilai dhaif (lemah) terhadap hadits Mu’adz bin Zuhrah tersebut, dengan alasan hadits tersebut adalah hadits mursal.

Lantas bagaimana Doa berbuka puasa yang shahih ?

Ini doanya
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
"Telah hilang rasa dahaga, dan dan telah basah kerongkongan, serta telah tetap pahala insya Allah."

Ibnu 'Umar Radhiyallahu 'Anhuma yang menuturkan :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

"Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam apabila berbuka beliau berdoa Dzahaba Dzoma’u Wabtallatil ‘Uruuqu Wa Tsabatal Ajru Insya Allah."
[HR. Abu Dawud no. 2357, al-Daruquthni, no. 2242. Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud, no. 2066 menghukuminya sebagai hadits hasan, al-Imam al-Daruquthni mengatakan: Isnadnya hasan, Al-Hakim mengatakan: Ini hadits shahih, dan Al-Hafidz Ibnul Hajar mengatakan: Ini hadits hasan]

Wallahu Alam Bi Shawab.. (caramuslima.blogspot.com) 


Share this article :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Doa Berbuka Puasa yang Shahih"